Menjelang perayaan natal, kita sebagai
seorang kristiani biasanya memasang pohon natal di rumah kta masing-masing
dengan hiasan yang begitu meriah. Apakah kita tahu kisah pohon natal itu?Jangan sampai kita sekedar memasang pohon natal tanpa tahu artinya.
Kisah pohon natal merupakan bagian dari
riwayat hidup St. Bonifasius, yang memiliki nama asli Winfrid. St. Bonifasisu
adalah seorang biarawan/misionaris. Pada waktu itu, sebagian penduduk Eropa
Utara dan Tengah masih belum mendengar tentang “Kabar Gembira”. St Bonifasius
menjadi Uskup di Jerman. Tantangan terbesarnya menjadi uskup adalah melenyapkan
takhayul kafir yang menghambat diterimanya Injil dan pertobatan penduduk.
Suatu ketika St. Bonifasius melintasi hutan
dengan menyusur suatu jalan setapak Romawi kuno pada suatu malam natal bersama
rombaongan pengikutnya yang setia. Salju menyelimuti permukaan tanah dan udara
begitu dingin menggigit sehingga di antara mereka mengusulkan kepada St.
Bonifasius untuk segera berkemah. St. Bonifasius mendorong mereka untuk terus
maju dengan berkata,” “Ayo, saudara-saudara, majulah sedikit lagi. Sinar
rembulan menerangi kita sekarang ini dan jalan setapak enak dilalui. Aku tahu
bahwa kalian capai; dan hatiku sendiri pun rindu akan kampung halaman di
Inggris, di mana orang-orang yang aku kasihi sedang merayakan Malam Natal. Oh,
andai saja aku dapat melarikan diri dari lautan Jerman yang liar dan berbadai
ganas ini ke dalam pelukan tanah airku yang aman dan damai! Tetapi, kita punya
tugas yang harus kita lakukan sebelum kita berpesta malam ini. Sebab sekarang
inilah Malam Natal, dan orang-orang kafir di hutan ini sedang berkumpul dekat
pohon Oak Geismar untuk memuja dewa mereka, Thor; hal-hal serta
perbuatan-perbuatan aneh akan terjadi di sana, yang menjadikan jiwa mereka
hitam. Tetapi, kita diutus untuk menerangi kegelapan mereka; kita akan
mengajarkan kepada saudara-saudara kita itu untuk merayakan Natal bersama kita
karena mereka belum mengenalnya. Ayo, maju terus, dalam nama Tuhan!”
Mereka pun terus berjalan karena dikobarkan
semangat kata-kata St. Bonifasius. Di perjalanan, mereka melihat rumah-rumah
yang gelap dan kosong. Mereka berjalan terus dan tiba di suatu tanah lapang di
tengah hutan, dan di sana tampaklah pohon Oak Kilat Geismar yang keramat. St.
Bonifasius berseru sembari mengacungkan tongkat uskup berlambang salib di
atasnya, “di sinilah
pohon oak Kilat; dan di sinilah salib Kistus akan mematahkan palu sang dewa
kafir Thor.”
Di dekat pohon Oat itu, ada api unggun yang besar. Warga
desa mengelilingi api unggun menghadap ke pohon keramat itu. St. Bonifasius dan
para pengikutnya mendekati api unggun dan menyela pertamuan mereka,”Salam,
wahai putera-putera hutan! Seorang asing mohon kehangatan api unggunmu di malam
yang dingin. “Aku saudaramu, saudara bangsa German, berasal dari Wessex, di
seberang laut. Aku datang untuk menyampaikan salam dari negeriku, dan
menyampaikan pesan dari Bapa-Semua, yang aku layani.”
Pendeta tua dewa Thor, Hunrad, menyambut mereka. Hunrad
kemudian melanjutkan ritual persembahannya dan berkata,“Berdirilah di sini,
saudara-saudara, dan lihatlah apa yang membuat dewa-dewa mengumpulkan kita di
sini! Malam ini adalah malam kematian dewa matahari, Baldur yang Menawan, yang
dikasihi para dewa dan manusia. Malam ini adalah malam kegelapan dan kekuasaan
musim dingin, malam kurban dan kengerian besar. Malam ini Thor yang agung, dewa
kilat dan perang, kepada siapa pohon oak ini dikeramatkan, sedang berduka
karena kematian Baldur, dan ia marah kepada orang-orang ini sebab mereka telah
melalaikan pemujaan kepadanya. Telah lama berlalu sejak sesaji dipersembahkan
di atas altarnya, telah lama sejak akar-akar pohonnya yang keramat disiram
dengan darah. Sebab itu daun-daunnya layu sebelum waktunya dan dahan-dahannya
meranggas hingga hampir mati. Sebab itu, bangsa-bangsa Slav dan Saxon telah
mengalahkan kita dalam pertempuran. Sebab itu, panenan telah gagal, dan
gerombolan serigala memporak-porandakan kawanan ternak, kekuatan telah menjauhi
busur panah, gagang-gagang tombak menjadi patah, dan babi hutan membinasakan
pemburu. Sebab itu, wabah telah menyebar di rumah-rumah tinggal kalian, dan
jumlah mereka yang tewas jauh lebih banyak daripada mereka yang hidup di
seluruh dusun-dusunmu. Jawablah aku, hai kalian, tidakkah apa yang kukatakan
ini benar?” Orang-orang menggumamkam persetujuan mereka dan mulai
memanjapuji-pujian kepada Thor.
Ketika suara-suara itu telah reda, Hunrad
mengumumkan, “Tak satu pun dari hal-hal ini yang menyenangkan dewa. Semakin
berharga persembahan yang akan menghapuskan dosa-dosa kalian, semakin berharga
embun merah yang akan memberi hidup baru bagi pohon darah yang keramat ini.
Thor menghendaki persembahan kalian yang paling berharga dan mulia.”
Dengan itu, Hunrad menghampiri anak-anak, yang
dikelompokkan tersendiri di sekeliling api unggun. Ia memilih seorang anak
laki-laki yang paling elok, Asulf, putera Duke Alvold dan isterinya, Thekla,
lalu memaklumkan bahwa anak itu akan dikurbankan untuk pergi ke Valhalla guna
menyampaikan pesan rakyat kepada Thor. Orang tua Asulf terguncang hebat.
Tetapi, tak seorang pun berani berbicara.
Hunrad menggiring anak itu ke sebuah altar batu yang
besar antara pohon oak dan api unggun. Ia mengenakan penutup mata pada anak itu
dan menyuruhnya berlutut dan meletakkan kepalanya di atas altar batu.
Orang-orang bergerak mendekat, dan St. Bonifasius menempatkan dirinya dekat
sang pendeta. Hunrad kemudian mengangkat tinggi-tinggi palu dewa Thor keramat
miliknya yang terbuat dari batu hitam, siap meremukkan batok kepala Asulf yang
kecil dengannya. Sementara palu dihujamkan, St. Bonifasius menangkis palu itu
dengan tongkat uskupnya sehingga palu terlepas dari tangan Hunrad dan patah
menjadi dua saat menghantam altar batu. Suara decak kagum dan sukacita
membahana di udara. Thekla lari menjemput puteranya yang telah diselamatkan
dari kurban berdarah itu lalu memeluknya erat-erat.
St. Bonifasius, dengan wajahnya bersinar, berbicara
kepada orang banyak, “Dengarlah, wahai putera-putera hutan! Tidak akan ada
darah mengalir malam ini. Sebab, malam ini adalah malam kelahiran Kristus,
Putera Bapa Semua, Juruselamat umat manusia. Ia lebih elok dari Baldur yang
Menawan, lebih agung dari Odin yang Bijaksana, lebih berbelas kasihan dari
Freya yang Baik. Sebab Ia datang, kurban disudahi. Thor, si Gelap, yang
kepadanya kalian berseru dengan sia-sia, sudah mati. Jauh dalam bayang-bayang
Niffelheim ia telah hilang untuk selama-lamanya. Dan sekarang, pada malam
Kristus ini, kalian akan memulai hidup baru. Pohon darah ini tidak akan
menghantui tanah kalian lagi. Dalam nama Tuhan, aku akan memusnahkannya.” St.
Bonifasius kemudian mengeluarkan kapaknya yang lebar dan mulai menebas pohon.
Tiba-tiba terasa suatu hembusan angin yang dahsyat dan pohon itu tumbang dengan
akar-akarnya tercabut dari tanah dan terbelah menjadi empat bagian.
Di balik pohon oak raksasa itu, berdirilah sebatang
pohon cemara muda, bagaikan puncak menara gereja yang menunjuk ke surga. St.
Bonifasius kembali berbicara kepada warga desa, “Pohon kecil ini, pohon muda
hutan, akan menjadi pohon kudus kalian mulai malam ini. Pohon ini adalah pohon
damai, sebab rumah-rumah kalian dibangun dari kayu cemara. Pohon ini adalah
lambang kehidupan abadi, sebab daun-daunnya senantiasa hijau. Lihatlah,
bagaimana daun-daun itu menunjuk ke langit, ke surga. Biarlah pohon ini
dinamakan pohon kanak-kanak Yesus; berkumpullah di sekelilingnya, bukan di
tengah hutan yang liar, melainkan dalam rumah kalian sendiri; di sana ia akan
dibanjiri, bukan oleh persembahan darah yang tercurah, melainkan
persembahan-persembahan cinta dan kasih.”
Maka, mereka mengambil pohon cemara itu dan
membawanya ke desa. Duke Alvold menempatkan pohon di tengah-tengah rumahnya
yang besar. Mereka memasang lilin-lilin di dahan-dahannya, dan pohon itu tampak
bagaikan dipenuhi bintang-bintang. Lalu, St. Bonifasius, dengan Hundrad duduk
di bawah kakinya, menceritakan kisah Betlehem, Bayi Yesus di palungan, para
gembala, dan para malaikat. Semuanya mendengarkan dengan takjub. Si kecil
Asulf, duduk di pangkuan ibunya, berkata, “Mama, dengarlah, aku mendengar para
malaikat itu bernyanyi dari balik pohon.” Sebagian orang percaya apa yang
dikatakannya benar; sebagian lainnya mengatakan bahwa itulah suara nyanyian
yang dimadahkan oleh para pengikut St. Bonifasius, “Kemuliaan bagi Allah di
tempat mahatinggi, dan damai di bumi; rahmat dan berkat mengalir dari surga
kepada manusia mulai dari sekarang sampai selama-lamanya.”
Seperti pohon natal (cemara) melambangkan
hidup kekal, sebab pada musim salju umumnya semua pohon rontok daunnya, kecuali
pohon cemara yang daunnya selalu hijau. Pohon cemara juga dapatmenjadi rumah
bagi 25000 ekorserangga. Mereka seharusnya berhibernasi di musim dingin, namun
dengan keberadaan pohon cemara, serangga tertsebut tetap tinggal dan berkembang
niak di pohon tersebut. Pohon natal bagi kita adalah symbol agar kehidupan
rohani kita selalu bertumbuh dan menjadi saksi yang indah bagi orang.
Selamat Hari Natal Semoga Sang Raja Damai
hadir dalam hati kita masing-masing…
Sumber : yesaya.indocell.net dan wikipedia